Thursday, July 26, 2007

Aku Gundah...

Aku di akhir dari satu babak perjalanan hidupku..
Bersiap-siap menyudahinya untuk kemudian memulai suatu babak baru
Harusnya aku riang gembira

tapi alih-alih gembira, hatiku menjerit... ??
Semakin sedikit aku tersenyum
dan semakin sering aku bermuram durja..

Pikiranku cemas..
Jantungku berdegup..
Hatiku berteriak....

Ingin ku-akhiri babak ini dengan lembut dan indah.
ku-siapkan semuanya untuk itu..
tapi, ada saja yang jadi perintang
yang tak pernah mengizinkanku untuk berkonsentrasi..

mungkin begitulah adanya hidup..
mungkin yang kubutuhkan adalah dorongan moril..
Ya rabbi..

Hamba mohon petunjuk..
Hamba mohon bimbingan..

Jadilah Zeldi Yang Jenaka, Taqwa dan Baik Hati

"Jadilah Zeldi yang jenaka, taqwa, dan baik hati."

begitulah Ayahku sekian belas tahun lalu, sewaktu aku masih dalam tahap pembentukan personality (sekarang tahap apa yach?). Ayah suka menulis kalimat-kalimat ajaib di dalam surat-suratnya, dan beberapa di antaranya sampai terbayang di luar kepala.... Mirip titah, yang memang tidak pernah dituntut, tapi menarik untuk dikejar. Dan cukup menarik, bahwa disaat orang tua lain menginginkan anaknya jadi pintar (biar dapat nilai tinggi, mudah mendapatkan pekerjaan, dan cepat kaya), Ayah-ku malah menginginkan punya anak yang Jenaka, Taqwa, dan Baik-hati. Masih penasaran aku dengan urutan yang nggak lazim ini. Tidak seperti orang yang demen kategori dan kaku dalam birokrasi kan? --

mungkin berangkat dari kesadarannya bahwa anaknya adalah orang yg tidak pandai dan sgt tidak bisa berjenaka ria...

Beberapa tahun kemudian,setelah Ayah menghadap sang Khalik, waktu tekanan demi tekanan menempa diri, aku suka berbisik: "Yah, jenakanya udah sedikit lumayan. Taqwa dengan Baik-Hati mudah2n bisa menyusul." mudah2an beliau mendengar di alam sana.

Ayah sebenernya sedikit suka berfilsafat, dan pernah jadi musuh yang menarik dalam diskusi filsafat kecil2an( waktu2 itu aku nggak kenal nama Derrida atau semacamnya -- Nietzsche udah yang paling modern).

Kalau difilsafat-kan, sifat jenaka sebenernya mengacu kesukaan meletakkan pikiran dan perilaku secara
out of frame. Dan yang menarik adalah bahwa diskursus kita, baik secara personal maupun kolektif, memang patut dipelesetkan. Dan dari situ kita melakukan penilaian kembali atas nilai-nilai. Barulah kita boleh berani memilih nilai yang jadi nilai kita dan kemudian tegak mengayuh hidup di atasnya. Dan pada sesi ini, baru kita jadi umat yang bertaqwa (bukan sekedar mengikut).

Dan baik hati? Ntar ah. Taqwa juga belum :)